TANYAFAKTA.CO – Kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pertama kali diterapkan tahun 2017 dengan tujuan mulia: menghapus label “sekolah favorit” dan meratakan kualitas pendidikan. Pemerintah ingin agar semua anak, tak peduli latar belakangnya, punya kesempatan yang sama untuk bersekolah di tempat yang dekat dengan rumah.
Namun kenyataannya di lapangan, banyak masalah muncul. Banyak orang tua memanipulasi alamat agar anaknya bisa masuk sekolah unggulan. Sekolah-sekolah tertentu jadi sangat padat peminat, sementara sekolah lain justru kekurangan murid. Di kota besar, anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali justru tersingkir karena tinggal di wilayah padat yang jauh dari sekolah yang baik.
Kebijakan ini seperti dipaksakan dari pusat tanpa mempertimbangkan kondisi di setiap daerah yang berbeda-beda. Tidak semua daerah punya jumlah dan kualitas sekolah yang merata. Maka wajar jika kebijakan yang sama diterapkan di seluruh Indonesia malah menimbulkan ketimpangan baru.
Sebagai mahasiswa, saya melihat pentingnya evaluasi kebijakan ini. Pemerintah pusat sebaiknya memberi ruang bagi daerah untuk menyesuaikan aturan zonasi sesuai kondisi lokal. Pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam perumusan dan pengawasan kebijakan agar hasilnya benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pendidikan adalah hak setiap anak. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan zonasi tidak hanya meratakan akses, tapi juga memberikan keadilan. Ini bisa dimulai dengan memperbaiki data kependudukan, membuka informasi soal jalur masuk sekolah secara transparan, dan mengevaluasi kebijakan ini secara berkala.
Sudah saatnya pemerintah melihat bahwa keadilan dalam pendidikan bukan hanya soal jarak rumah ke sekolah, tapi soal kesempatan yang setara bagi semua anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Oleh: Aldi Setiawan | Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Jambi


Tinggalkan Balasan