TANYAFAKTA.COMenjelang Pemilu 2024 lalu, pemerintah kembali mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang terdampak kenaikan harga kebutuhan pokok. Di satu sisi, bantuan ini memang sangat penting untuk meringankan beban warga kurang mampu. Namun, waktu penyaluran bansos yang sangat berdekatan dengan masa kampanye memunculkan tanda tanya besar: apakah bansos ini benar-benar murni sebagai upaya sosial, atau justru dimanfaatkan sebagai alat politik?

Dalam persidangan sengketa Pilpres 2024, ahli dari tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa dukungan Presiden Joko Widodo dan penyaluran bansos berkontribusi pada tambahan sekitar 26 juta suara untuk pasangan Prabowo-Gibran. (detik.com) Pernyataan ini menjadi bahan perdebatan sengit, walau Mahkamah Konstitusi akhirnya menolak gugatan tersebut karena kurangnya bukti kuat. (theaustralian.com.au)

Baca juga:  Sempat "Bela" Anggota DPRD Provinsi Jambi yang diduga Lakukan Pengeroyokan, Begini Klarifikasi Prof Usman

Politisi dan pengamat demokrasi menilai politisasi bansos memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, “Meski politisasi bansos pada Pilkada 2024 tidak sebesar Pemilu sebelumnya, isu ini tetap menjadi perhatian penting untuk menjaga integritas demokrasi.” (antaranews.com)

Keterbukaan dan transparansi menjadi kunci agar bansos tidak menjadi alat politik sesaat. Sebagai langkah pencegahan, pemerintah bahkan sempat menghentikan sementara penyaluran bansos menjelang Pilkada 2024, untuk mengantisipasi penyalahgunaan bansos sebagai alat kampanye. (tempo.co)