Oleh : Lustawi Limbong, S.Pd

TANYAFAKTA.COPerkembangan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang menggembirakan, termasuk dalam aspek ketenagakerjaan. Pada Februari 2025, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 153,05 juta orang, dengan 145,77 juta di antaranya telah bekerja.

Hal ini menghasilkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,76%, menandakan perbaikan dibandingkan periode sebelumnya. Meski demikian, pencapaian ini tidak dapat dilepaskan dari sejumlah tantangan struktural yang masih menghantui pasar tenaga kerja nasional, terutama terkait dominasi sektor informal, kualitas pendidikan tenaga kerja, dan ketimpangan upah antar kelompok masyarakat.

Dalam kerangka kebijakan makroekonomi, kondisi ketenagakerjaan menjadi salah satu indikator penting dalam menilai kesehatan ekonomi suatu negara. Tingkat pengangguran yang menurun menunjukkan adanya perbaikan dalam penyerapan tenaga kerja, biasanya sebagai dampak dari meningkatnya aktivitas ekonomi, pertumbuhan investasi, serta penguatan sektor industri dan jasa.

Baca juga:  Miliaran Rupiah untuk Kenyamanan Ketua DPRD Sarolangun: Saat Instruksi Presiden Diabaikan, Rakyat Ditinggalkan

Namun, angka agregat ini sering kali menyembunyikan masalah struktural yang lebih dalam, salah satunya adalah tingginya proporsi pekerja di sektor informal, yang pada 2025 masih mencapai sekitar 59% dari total pekerja.

Dominasi Sektor Informal dan Tantangan Struktural

Sektor informal di Indonesia ditandai dengan karakteristik seperti ketidakjelasan kontrak kerja, tidak adanya perlindungan sosial, rendahnya pendapatan, serta keterbatasan akses terhadap pelatihan dan pengembangan keterampilan.

Tingginya proporsi tenaga kerja di sektor ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam struktur pasar tenaga kerja, dan sekaligus menggambarkan keterbatasan sistem ekonomi dalam menyediakan pekerjaan formal yang layak.

Dalam perspektif kebijakan makro, tingginya informalitas menjadi penghambat bagi produktivitas nasional, efisiensi fiskal, dan perluasan basis pajak. Oleh karena itu, transformasi sektor informal ke sektor formal perlu menjadi bagian dari agenda prioritas pemerintah.

Baca juga:  Melemahnya Peran Pemerintah Dalam Struktur Perekonomian Provinsi Jambi

Langkah ini bisa mencakup reformasi regulasi ketenagakerjaan, penyederhanaan prosedur legalisasi usaha mikro dan kecil, pemberian insentif bagi UMKM yang formal, serta perluasan program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat inklusif.

Kualitas Pendidikan dan Produktivitas Tenaga Kerja

Masalah lain yang saling berkaitan dengan informalitas adalah rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan data Sakernas, lebih dari 54% tenaga kerja hanya berpendidikan hingga jenjang SMP ke bawah. Rendahnya latar belakang pendidikan ini membatasi akses pekerja terhadap jenis pekerjaan yang lebih produktif dan berupah tinggi. Mereka cenderung terkonsentrasi di pekerjaan berintensitas rendah, berisiko tinggi, dan sulit berpindah ke sektor dengan mobilitas vertikal.

Dari perspektif makroekonomi jangka panjang, keterbatasan ini menurunkan kapasitas pertumbuhan produktivitas nasional dan memperlemah daya saing Indonesia di kancah global.

Baca juga:  Sensitif Pengibaran Bendera One Piece, Boleh Atau Tidak Secara Hukum di Indonesia