TANYAFAKTA.CO, KERINCI – Perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) bukan sekadar penyesuaian angka dalam dokumen anggaran. Melainkan cerminan dari arah dan orientasi pembangunan daerah.

Dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kerinci yang diselenggarakan pada Kamis, (19/6/2025) lalu, Bupati Kerinci, Monadi, S.Sos., M.Si., memaparkan tiga poin krusial:

1. Penurunan pendapatan daerah sebesar Rp67 miliar, terutama disebabkan oleh berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat.

2. Penyesuaian belanja daerah dengan pengurangan sebesar Rp66 miliar dari alokasi semula.

3. Peningkatan angka pembiayaan daerah yang bersifat marginal, berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Langkah-langkah ini mengindikasikan upaya Pemerintah Kabupaten Kerinci untuk merespons dinamika fiskal nasional serta menyesuaikan kebijakan dengan kondisi keuangan daerah yang aktual.

Namun demikian, urgensi keterbukaan informasi dan partisipasi publik tidak dapat diabaikan. Landasan yuridisnya sangat kuat dan jelas, sebagaimana tertuang dalam:

  • Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
  • Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan anggaran,
  • Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dan
  • Permendagri No. 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
Baca juga:  Anton Gumay Digadang Sebagai Calon Terkuat Ketua KONI Kota Jambi, Ini Visi Misinya

Menanggapi hal ini, aktivis Kerinci, Fadhil Ikhsan Mahendra mengatakan realitas di Kabupaten Kerinci tampaknya belum sepenuhnya merefleksikan prinsip-prinsip normatif tersebut.

Ia menilai proses revisi KUA–PPAS 2025 berlangsung dengan minim pelibatan publik dan transparansi. Hal ini berpotensi melemahkan akuntabilitas serta efektivitas pengelolaan keuangan daerah.

“Tanpa partisipasi publik yang autentik, proses perencanaan anggaran menjadi formalitas semata. Pemangkasan dan pergeseran anggaran seharusnya dipaparkan secara terbuka: sektor mana yang terdampak, siapa yang terdampak, dan apa implikasinya. Keterbukaan ini penting demi mencegah munculnya potensi konflik,” ujar Fadhil.

Fadhil yang juga merupakan Pengurus BEM Nusantara Jambi daerah Kerinci dan Sunga Penuh tersebut juga menyoroti stagnasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kerinci yang bertahan di angka Rp58 miliar. Padahal, daerah ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang signifikan.

Baca juga:  Cepat Tanggap, Fahrul Ilmi Sambangi SMPN 22 Kota Jambi Yang Terkena Longsor

Fenomena tersebut mencerminkan belum optimalnya pengelolaan potensi lokal, baik dari aspek sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).

Sebagai bagian dari respon masyarakat sipil, Koordinator Aliansi BEM Nusantara Jambi Kerinci-Sungai Penuh mengajukan sejumlah tuntutan kepada DPRD Kabupaten Kerinci, antara lain:

1. Mempublikasikan dokumen rancangan perubahan KUA–PPAS Tahun Anggaran 2025 sebelum difinalisasi, melalui media resmi pemerintah dan media publik.

2. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap belanja seremonial, perjalanan dinas luar daerah, dan proyek-proyek yang dinilai tidak mendesak.

3. Menyediakan informasi terbuka terkait pagu anggaran dan perubahannya untuk setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

4. Membuka seluruh proses pembahasan anggaran di DPRD kepada publik, melalui siaran langsung (live streaming) atau publikasi laporan harian.

Baca juga:  Jadi KPA Kasus Korupsi Cetak Sawah, Rusmudar Hanya Berstatus Saksi

Apabila tuntutan ini diabaikan, pergerakan kolektif lanjutan akan menjadi pilihan logis bagi masyarakat sipil dalam memperjuangkan akuntabilitas penganggaran publik.

“Kami tidak menolak perubahan KUA–PPAS. Yang kami dorong adalah kejelasan: apakah perubahan ini akan menjawab kebutuhan riil masyarakat atau tidak. Sebab publik memiliki hak konstitusional untuk mengetahui, memberi masukan, dan mengawal kebijakan anggaran,” tutup Fadhil. (*)