Merespon pesatnya pertumbuhan perusahaan fintech, Bank Indonesia merilis aturan main Quick Response (QR) Code Indonesia Standard (QRIS) melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur 24/1/PADG/2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang perubahan kedua atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran. Para pihak dalam pemrosesan transaksi QRIS terdiri atas Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), Lembaga Switching, Merchant Aggregator; dan pengelola National Merchant Repository.

Yang dapat melakukan pemrosesan transaksi QRIS adalah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang termasuk dalam kelompok Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran front end seperti Penerbit dan/atau Acquirer.

Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan standar QR Code nasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 2019 agar proses transaksi pembayaran secara domestik menggunakan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Berdasarkan referensi dari BI, metode QRIS terdiri dari 2 media tampilan (display) yang ada di merchant, di mana menampilkan kode QR yang kemudian di-scan menggunakan ponsel konsumen. Nominal Transaksi QRIS dibatasi paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah) per transaksi.

Baca juga:  Ladang Money Laundry Baru, KPK Tidak Bisa Menyentuh Petinggi BUMN

Perkembangan ragam transaksi yang difasilitasi dengan Quick Response Code untuk pembayaran (Quick Response Code Indonesian Standard) diarahkan untuk mendukung inklusi keuangan, termasuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Nominal transaksi QRIS per kuartal I-2025, pengguna QRIS telah mencapai 56,3 juta, dengan volume transaksi sebesar 2,6 miliar kali senilai Rp252,1 triliun, melibatkan lebih dari 38 juta merchant, mayoritas dari kalangan UMKM.

Artinya, penggunaan QRIS pada masyarakat lokal Indonesia dapat mendukung keberlangsungan pembangunan nasional, salah satunya penerapan sistem pembayaran yang dilakukan para UMKM. Sistem pembayaran ini dalam kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yaitu kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.

Baca juga:  Omnibus Law Tak Melegitimasi Kerusakan Lingkungan : Belajar dari Kasus PT. SAS Jambi

Melihat peningkatan percepatan pemulihan ekonomi keuangan dalam sistem pembayaran yang diterapkan negara Indonesia terus berkembang, kini QRIS lintas negara sudah dapat digunakan dibeberapa negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam kerja sama sistem pembayaran regional ASEAN. Berdasarkan siaran pers Bank Indonesia tertanggal 27 Februari 2023, negara-negara yang telah bekerja sama dalam integrasi sistem pembayaran ini adalah Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Baru-baru ini Bank Indonesia mengumumkan bahwa sistem pembayaran digital QRIS lintas negara (cross-border) akan mulai bisa digunakan oleh warga negara Indonesia di Jepang dan China mulai 17 Agustus 2025. Informasi ini disampaikan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta, sebagaimana dilaporkan Antara. Ia menjelaskan, BI telah menyepakati sejumlah langkah teknis hingga tahap uji coba atau sandbox dengan otoritas sistem pembayaran Jepang sejak pertengahan Mei 2025.

Baca juga:  Menata Ulang Kebijakan Zonasi PPDB: Antara Pemerataan dan Keadilan

Dengan adanya QRIS, WNI yang berada di Jepang dan China dapat melakukan pembayaran dengan lebih mudah dan praktis, tanpa perlu menukarkan uang tunai dalam jumlah besar. Meskipun QRIS menawarkan kemudahan, perlu diperhatikan potensi kelemahan seperti ketergantungan pada internet dan perangkat, serta risiko keamanan dan penipuan.

Kemudahan akses dalam sistem pembayaran berbasis QRIS lintas negara untuk WNI yang berada di luar negeri, memberikan keuntungan dan mendorong pertumbuhan di sektor perdagangan, pariwisata, dan ekonomi digital secara lebih luas. Implementasi yang tepat tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga membuka peluang bisnis baru di ranah internasional.

Penulis : Mahasiswa Magister Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Jakarta