Oleh: Choiriah Islamiati, S.Pd.
TANYAFAKTA.CO – Di Indonesia, kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Bank Indonesia. Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran yaitu keamanan, efisiensi, kesetaraan akses, dan perlindungan konsumen.
Sistem pembayaran menurut Undang-Undang No. 23 tentang Bank Indonesia (Pasal 1 ayat 6) adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, Lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Bank Indonesia berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan sistem pembayaran nasional.
Sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan. Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat pembayaran. Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik (card based dan server based).
Alat pembayaran di Indonesia berkembang pesat dan maju, dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non-cash). Alat pembayaran berbasis kertas (paper based) misalnya cek dan bilyet giro. Alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar (card-based).
Pada beberapa waktu tahun berjalan, telah terjadi perubahan digitalisasi ke kehidupan masyarakat yang mengubah perilaku masyarakat. Instrumen alat pembayaran semakin bervariasi dengan kehadiran uang elektronik berbasis kartu (chip based) maupun peladen/server (server based).
Pola konsumsi masyarakat mulai bergeser ke pembayaran serba mobile, cepat, serta aman melalui berbagai platform, antara lain web, mobile, Unstructrured Supplementary Service Data (USSD) dan SIM Toolkit (STK). berdasarkan penjelasan dari website Bank Indonesia.
Berdasarkan PBI No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI SP), penyelenggara jasa sistem pembayaran terdiri dari: Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang merupakan Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa, dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP) merupakan pihak yang menyelenggarakan infrastruktur sebagai sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemindahan dana bagi kepentingan anggotanya.
Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan BI-FAST berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman, dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.
Tak hanya sistem yang diberlakukan oleh Bank Indonesia pada sistem pembayaran seperti narasi sebelumnya, melainkan terdapat sistem pembayaran yang resmi dan mudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kemudahan akses dan tidak adanya biaya admin (tambahan biaya) pada setiap transaksi yang dilakukan.
Selain itu, penggunaan sistem pembayaran dalam pemindahan dana juga tidak hanya melalui mobile banking, namun juga dapat dilakukan melalui platform dompet digital/uang elektronik, seperti OVO, Gopay, ShopeePay, DANA, LinkAja, dan lain sebagainya yang menunjang sistem pembayaran yang disahkan. Lembaga standar juga membantu Bank Indonesia dalam menyusun dan mengembangkan standar uang elektronik (UE) dan standar quick responses code (QR Code).
Merespon pesatnya pertumbuhan perusahaan fintech, Bank Indonesia merilis aturan main Quick Response (QR) Code Indonesia Standard (QRIS) melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur 24/1/PADG/2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang perubahan kedua atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran. Para pihak dalam pemrosesan transaksi QRIS terdiri atas Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), Lembaga Switching, Merchant Aggregator; dan pengelola National Merchant Repository.
Yang dapat melakukan pemrosesan transaksi QRIS adalah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang termasuk dalam kelompok Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran front end seperti Penerbit dan/atau Acquirer.
Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan standar QR Code nasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 2019 agar proses transaksi pembayaran secara domestik menggunakan QR Code dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya. Berdasarkan referensi dari BI, metode QRIS terdiri dari 2 media tampilan (display) yang ada di merchant, di mana menampilkan kode QR yang kemudian di-scan menggunakan ponsel konsumen. Nominal Transaksi QRIS dibatasi paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (Sepuluh Juta Rupiah) per transaksi.
Perkembangan ragam transaksi yang difasilitasi dengan Quick Response Code untuk pembayaran (Quick Response Code Indonesian Standard) diarahkan untuk mendukung inklusi keuangan, termasuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Nominal transaksi QRIS per kuartal I-2025, pengguna QRIS telah mencapai 56,3 juta, dengan volume transaksi sebesar 2,6 miliar kali senilai Rp252,1 triliun, melibatkan lebih dari 38 juta merchant, mayoritas dari kalangan UMKM.
Artinya, penggunaan QRIS pada masyarakat lokal Indonesia dapat mendukung keberlangsungan pembangunan nasional, salah satunya penerapan sistem pembayaran yang dilakukan para UMKM. Sistem pembayaran ini dalam kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yaitu kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.
Melihat peningkatan percepatan pemulihan ekonomi keuangan dalam sistem pembayaran yang diterapkan negara Indonesia terus berkembang, kini QRIS lintas negara sudah dapat digunakan dibeberapa negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam kerja sama sistem pembayaran regional ASEAN. Berdasarkan siaran pers Bank Indonesia tertanggal 27 Februari 2023, negara-negara yang telah bekerja sama dalam integrasi sistem pembayaran ini adalah Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Baru-baru ini Bank Indonesia mengumumkan bahwa sistem pembayaran digital QRIS lintas negara (cross-border) akan mulai bisa digunakan oleh warga negara Indonesia di Jepang dan China mulai 17 Agustus 2025. Informasi ini disampaikan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta, sebagaimana dilaporkan Antara. Ia menjelaskan, BI telah menyepakati sejumlah langkah teknis hingga tahap uji coba atau sandbox dengan otoritas sistem pembayaran Jepang sejak pertengahan Mei 2025.
Dengan adanya QRIS, WNI yang berada di Jepang dan China dapat melakukan pembayaran dengan lebih mudah dan praktis, tanpa perlu menukarkan uang tunai dalam jumlah besar. Meskipun QRIS menawarkan kemudahan, perlu diperhatikan potensi kelemahan seperti ketergantungan pada internet dan perangkat, serta risiko keamanan dan penipuan.
Kemudahan akses dalam sistem pembayaran berbasis QRIS lintas negara untuk WNI yang berada di luar negeri, memberikan keuntungan dan mendorong pertumbuhan di sektor perdagangan, pariwisata, dan ekonomi digital secara lebih luas. Implementasi yang tepat tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga membuka peluang bisnis baru di ranah internasional.
Penulis : Mahasiswa Magister Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Jakarta


Tinggalkan Balasan