Simulasi Kualitatif: Apa yang Terjadi Jika BI Turunkan Suku Bunga?
| Variabel Ekonomi | Sebelum (Mei 2025) | Potensi Setelah Pelonggaran |
| Suku Bunga Acuan (BI) | 5,5% | 5,0% |
| Pertumbuhan PDB | 4,87% | 5,2% (estimasi) |
| Inflasi | 1,6% | 1,8–2,0% |
| Nilai Tukar (IDR/USD) | Rp16.325 | Rp16.500–16.700 (melemah) |
Dilema Aktual: BI dalam Posisi Serba Salah
Menurunkan suku bunga memang dapat mendorong output melalui pergeseran IS. Namun, risiko depresiasi rupiah menjadi pertimbangan utama. Dengan posisi CAD (current account deficit) yang melebar dan sentimen global terhadap risiko pasar negara berkembang, pelonggaran moneter bisa memperburuk tekanan terhadap rupiah.
Keterbatasan Model IS-LM dalam Konteks Indonesia:
- Tidak mempertimbangkan ekspektasi pasar dan arus modal jangka pendek (high capital mobility).
- Mengasumsikan harga tetap (padahal nilai tukar sangat volatil).
- Tidak memperhitungkan dualisme sektor ekonomi (formal dan informal).
- Mengabaikan koordinasi fiskal-moneter, padahal peran APBN sangat menentukan dinamika agregat.
- Tidak memperhitungkan ekspektasi: Investor dan konsumen bertindak berdasarkan prediksi, bukan hanya kondisi sekarang.
- Rate turun, karena risiko meningkat.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Bank Indonesia tengah berada di simpang jalan. Model IS-LM menyarankan bahwa penurunan suku bunga berpotensi efektif untuk mendorong konsumsi dan investasi. Namun risiko eksternal tidak dapat diabaikan. BI harus menyeimbangkan kebutuhan ekspansi domestik dengan stabilitas eksternal, dan pelonggaran moneter idealnya didukung stimulus fiskal yang lebih proaktif, terutama untuk sektor produktif dan perlindungan daya beli masyarakat.
Penutup: Sinergi, Bukan Sekadar Suku Bunga
Kebijakan moneter tidak bisa bekerja sendiri. Menurunkan suku bunga mungkin memberi stimulus, tapi tidak cukup kuat jika tidak diiringi dengan kepercayaan pasar, stabilitas fiskal, dan reformasi struktural.
Sebaliknya, mempertahankan suku bunga demi menjaga nilai tukar juga berisiko mematikan pertumbuhan. Maka, keseimbangan menjadi kunci, dan itu hanya bisa dicapai jika kebijakan fiskal dan moneter bersinergi dalam satu arah.
Bagi BI, tantangan 2025 bukan hanya soal angka, tapi soal kredibilitas, komunikasi, dan strategi jangka menengah yang jelas.
Penulis : Mahasiswa Magister Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ)


Tinggalkan Balasan