Uang komite yang dipungut setiap bulan juga dinilai tidak transparan, karena kegiatan seperti perpisahan atau acara sekolah lainnya masih dibebankan kepada siswa secara terpisah.

Pemerintah mengalokasikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sekitar Rp1.500.000 per siswa setiap tahunnya. Publik mempertanyakan efektivitas penggunaan dana ini jika masih banyak pungutan diberlakukan.

“Kemana dana BOS selama ini? Kenapa pembiayaan masih dibebankan ke siswa dan orang tua?” keluh seorang wali murid.

Sejumlah pihak juga mempertanyakan peran pengawasan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi dan Inspektorat Kota Jambi yang dinilai pasif terhadap laporan masyarakat terkait dugaan pungli di SMA N 3 Kota Jambi.

Lebih lanjut, muncul juga dugaan bahwa sekolah menerima siswa titipan setiap tahun tanpa prosedur resmi, dengan pembayaran antara Rp10 juta hingga Rp12 juta.

Baca juga:  Polisi Ringkus Buronan Kasus Korupsi Dinas Pendidikan Provinsi Jambi di Bandung Barat

“Bahkan orang tua siswa yang anaknya tidak naik kelas tidak pernah diajak musyawarah. Semua keputusan diambil sepihak oleh pihak sekolah, tanpa memberi ruang klarifikasi atau perbaikan,” tambah narasumber.

Masyarakat berharap Gubernur Jambi Drs. H. Al Haris, S.Sos., M.H., dan Wali Kota Jambi segera turun tangan mengevaluasi manajemen SMA N 3 Kota Jambi secara menyeluruh. Dugaan pungli dan diskriminasi berbasis ekonomi ini dinilai dapat mencederai keadilan pendidikan dan merusak masa depan generasi muda. (*)