“Prediksi dari BMKG menunjukkan musim kemarau akan mencapai puncaknya pada Juni hingga Agustus 2025. Oleh karena itu, seluruh pihak perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sejak dini,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Karhutla tidak hanya berdampak pada kerusakan ekosistem, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat, mengganggu aktivitas ekonomi, dan berpotensi memicu konflik sosial. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, aparat keamanan, perusahaan, hingga masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganannya.
“Semua stakeholder, termasuk kepala OPD, camat, kades, Babinsa, hingga Bhabinkamtibmas, harus bergerak aktif. Sosialisasikan bahaya dan sanksi hukum Karhutla, manfaatkan teknologi pemantauan hotspot, dan tegakkan hukum bagi pelanggar pembakaran lahan,” tegasnya.
Sebagai penutup kegiatan, Satgas Karhutla Kabupaten Sarolangun menggelar simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Simulasi ini menjadi bentuk kesiapan teknis dan taktis dalam menghadapi situasi darurat yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Apel ini menjadi pengingat bahwa penanganan Karhutla bukan hanya tanggung jawab sektor kehutanan semata, melainkan tanggung jawab bersama untuk menjaga lingkungan dan keselamatan masyarakat secara menyeluruh.(*)


Tinggalkan Balasan