Untuk memahami lebih dalam dinamika arus modal keluar ini, penting untuk menganalisis kekuatan ekonomi serta potensi sektor barang dan jasa kedua provinsi. Palembang, sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, memiliki struktur ekonomi yang lebih beragam dan didominasi oleh sektor jasa serta industri pengolahan.

Berdasarkan data BPS Kota Palembang, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Palembang pada tahun 2023 mencapai Rp194,57 triliun dengan pertumbuhan 5,12%, didorong oleh sektor jasa kemasyarakatan, perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan dan asuransi, serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, menjadikannya pusat tujuan untuk layanan kesehatan, pendidikan tinggi, perbankan, dan perbelanjaan regional.

Di sisi lain, Provinsi Jambi memiliki kekuatan utama yang berbeda; meskipun PDRB pada tahun 2023 tumbuh 4,66% (sedikit di bawah Sumatera Selatan yang 5,08%), strukturnya masih sangat dipengaruhi oleh sektor primer. “Sektor pertanian tetap menjadi kontributor penting bagi PDRB dengan kontribusi yang cukup stabil di kisaran 26-27% selama satu dekade terakhir,” (BPS Provinsi Jambi, 2024), menunjukkan potensi besar Jambi dalam komoditas seperti kelapa sawit, karet, hasil hutan, serta pertambangan dan penggalian (batu bara dan minyak bumi), didukung oleh industri pengolahan yang terkait.

Baca juga:  Stokpile Batubara dalam Zona Pertanian, Ancaman Ketahanan Pangan Presiden Prabowo di Jambi

Meskipun sektor perdagangan besar dan eceran juga penting, skala dan diversifikasinya di Jambi mungkin belum sebesar Palembang; oleh karena itu, Jambi perlu memperkuat sektor jasa dan hilirisasi produk primernya untuk menahan arus modal keluar, karena kemudahan akses ke Palembang melalui jalan tol dapat mempercepat pergerakan barang dan jasa, namun juga memungkinkan penduduk Jambi mencari barang dan layanan yang lebih lengkap atau murah di Palembang.

Melihat potensi arus modal keluar dan perbandingan kekuatan ekonomi ini, beberapa rekomendasi kebijakan strategis yang berfokus pada kepentingan Provinsi Jambi perlu diterapkan agar jalan tol ini benar-benar membawa manfaat optimal.

Pertama, penguatan dan hilirisasi sektor primer Jambi adalah kunci; ini mencakup dorongan investasi dalam industri pengolahan lanjutan untuk komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan karet guna menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja lokal, serta fokus pada pengembangan produk turunan inovatif bernilai jual tinggi.

Baca juga:  Pengaruh Geopolitik dan Geostrategi Bagi Pembangunan Daerah Dalam RPJMD 2025-2029: Perspektif Provinsi Jambi

Kedua, peningkatan daya saing sektor jasa dan pariwisata sangat penting; Jambi perlu mengembangkan destinasi wisata tematik khas yang mudah diakses dari jalan tol, diikuti dengan promosi gencar untuk menarik wisatawan dari Palembang dan daerah lain agar berbelanja di Jambi, sekaligus meningkatkan kualitas layanan perhotelan, kuliner, dan hiburan agar masyarakat Jambi tidak perlu mencari layanan tersebut ke luar provinsi.

Ketiga, penciptaan lingkungan investasi yang lebih menarik di Jambi menjadi prioritas; ini dapat dicapai melalui penyederhanaan birokrasi dan perizinan investasi agar lebih efisien, penawaran insentif fiskal dan non-fiskal yang kompetitif bagi investor yang bersedia menanamkan modal di Jambi, serta persiapan kawasan industri dan sentra ekonomi khusus dengan infrastruktur pendukung memadai.

Keempat, pengembangan sumber daya manusia unggul lokal melalui investasi besar dalam pendidikan dan pelatihan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri Jambi akan menghasilkan tenaga kerja terampil siap pakai, sekaligus mengurangi fenomena “arus keluar talenta” ke kota lain; kolaborasi antara perguruan tinggi atau lembaga pelatihan dengan industri juga perlu didorong untuk memastikan kurikulum sesuai dengan pasar kerja.

Baca juga:  Gubernur Al Haris Tinjau Progres Jalan Tol Pijoan - Sebapo - Bayung Lencir

Terakhir, optimalisasi peran infrastruktur pendukung jalan tol juga krusial; ini berarti memastikan rest area dan area sekitar gerbang tol di Jambi dimanfaatkan secara maksimal sebagai etalase produk unggulan lokal, serta mengembangkan konektivitas dari gerbang tol ke pusat-pusat produksi dan destinasi wisata Jambi dengan infrastruktur jalan lokal yang memadai, memfasilitasi distribusi dan aksesibilitas.

Tanpa strategi yang komprehensif dan implementasi yang serius, jalan tol Jambi-Palembang, alih-alih menjadi “urat nadi” perekonomian Jambi, justru berpotensi menjadi “jalan tol” bagi arus modal keluar; tantangannya adalah bagaimana mengubah potensi konektivitas ini menjadi peluang nyata bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Provinsi Jambi.

Penulis : Pengamat Ekonomi