Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
TANYAFAKTA.CO – Masa depan itu sebentar lagi terjadi. Beroperasinya jalan Tol Bayung Lencir-Tempino, yang merupakan bagian integral dari ruas Tol Betung-Tempino-Jambi, secara signifikan mempersingkat waktu tempuh antara Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Kondisi ini membuka gerbang mobilitas yang efisien dan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kedua wilayah.
Namun, di balik potensi positif tersebut, muncul kekhawatiran serius mengenai arus modal keluar (capital outflow) dari Jambi menuju Palembang, sebuah skenario yang memerlukan antisipasi dan mitigasi cermat dari Pemerintah Provinsi Jambi.
Pengalaman jalan Tol Trans Jawa memberikan pelajaran penting mengenai dampak infrastruktur berskala besar yang tidak selalu merata. Sebuah studi menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Barat, beroperasinya jalan Tol Trans Jawa secara signifikan menurunkan tingkat kemiskinan, akan tetapi di Provinsi Jawa Tengah, justru signifikan meningkatkan tingkat kemiskinan di kabupaten/kota yang dilaluinya (Hidayat, 2020).
Selain itu beberapa argumen dari studi lain juga mengingatkan hal yang sama, seperti, studi seperti yang dilakukan oleh Salam (2022) di Jawa Tengah, meskipun berfokus pada pertumbuhan ekonomi, dapat memberikan konteks relevan. Apabila pertumbuhan ekonomi terjadi pada sektor yang tidak inklusif atau tidak mampu menyerap tenaga kerja lokal miskin, atau justru menggeser ekonomi informal, peningkatan kemiskinan bisa menjadi konsekuensi logis. Jalan tol berpotensi menciptakan “kutub” pertumbuhan baru yang hanya menguntungkan wilayah atau kelompok tertentu, sementara daerah di sekitarnya yang tidak memiliki konektivitas atau kapasitas adaptasi yang sama justru tertinggal.
Lalu, ada penelitian yang mengonfirmasi potensi dampak negatif pembangunan jalan tol. Misalnya, studi dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta menyoroti bagaimana kehilangan lahan pertanian, penurunan produktivitas, atau minimnya kompensasi yang adil bagi masyarakat terdampak dapat secara langsung memicu kemiskinan. Meskipun Jalan Tol Trans Jawa secara agregat mungkin menunjukkan dampak positif (seperti dalam studi Wijaya & Yudhistira, 2020), analisis lebih mendalam sering kali mengungkapkan disparitas regional dan ketimpangan yang memburuk di tingkat lokal.
Terakhir, jalan tol sering kali mengubah pola aksesibilitas dan distribusi ekonomi. Seperti tarif tol yang mahal dapat membatasi akses bagi masyarakat berpendapatan rendah, sementara hilangnya jalan-jalan lokal atau “jalur tikus” berpotensi mematikan aktivitas ekonomi kecil di luar jalur utama. Ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi antara mereka yang mampu memanfaatkan infrastruktur dan mereka yang terpinggirkan olehnya.
Intinya, pembangunan jalan tol, tanpa disertai kebijakan mitigasi dan pemerataan yang kuat, dapat menciptakan paradoks: memajukan satu wilayah, tetapi secara tidak sengaja meningkatkan kerentanan dan kemiskinan di wilayah lain yang dilaluinya.
Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan jalan tol tidak selalu membawa dampak positif instan dan merata, terutama bagi daerah yang kurang siap menghadapi dinamika ekonomi baru. Jika Jambi tidak sigap merespons, provinsi ini berisiko kalah saing dengan Palembang dalam menarik investasi, tenaga kerja, dan perputaran uang.
Dalam konteks Jambi-Palembang, Palembang yang lebih besar dan maju secara ekonomi berpotensi menjadi magnet kuat setelah jalan tol beroperasi. Kemudahan akses dan waktu tempuh yang lebih singkat dapat mendorong migrasi konsumsi, di mana masyarakat Jambi, terutama yang berlokasi strategis dekat tol, akan lebih sering berbelanja atau mencari layanan di Palembang karena pilihan yang lebih beragam dan harga yang kompetitif, yang dapat mengakibatkan perputaran uang beralih dari Jambi.
Selain itu, ada potensi pergeseran investasi, di mana investor, baik lokal maupun asing, melihat Palembang lebih menarik karena infrastruktur pendukung yang lebih lengkap, ketersediaan tenaga kerja terampil, dan pasar yang lebih besar, sehingga mengalihkan potensi investasi dari Jambi.
Tak hanya itu, kemudahan akses juga berpotensi memicu arus keluar talenta (brain drain), di mana talenta terbaik Jambi cenderung mencari peluang kerja dan karier yang lebih menjanjikan di Palembang. Meskipun jalan tol secara umum bertujuan meningkatkan konektivitas dan efisiensi logistik, potensi arus modal keluar ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah Jambi; jika tidak diantisipasi secara komprehensif, jalan tol ini justru berisiko menjadi saluran yang mempercepat aliran sumber daya dan potensi ekonomi keluar dari Jambi, alih-alih menjadi urat nadi perekonomiannya.
Untuk memahami lebih dalam dinamika arus modal keluar ini, penting untuk menganalisis kekuatan ekonomi serta potensi sektor barang dan jasa kedua provinsi. Palembang, sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, memiliki struktur ekonomi yang lebih beragam dan didominasi oleh sektor jasa serta industri pengolahan.
Berdasarkan data BPS Kota Palembang, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Palembang pada tahun 2023 mencapai Rp194,57 triliun dengan pertumbuhan 5,12%, didorong oleh sektor jasa kemasyarakatan, perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan dan asuransi, serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, menjadikannya pusat tujuan untuk layanan kesehatan, pendidikan tinggi, perbankan, dan perbelanjaan regional.
Di sisi lain, Provinsi Jambi memiliki kekuatan utama yang berbeda; meskipun PDRB pada tahun 2023 tumbuh 4,66% (sedikit di bawah Sumatera Selatan yang 5,08%), strukturnya masih sangat dipengaruhi oleh sektor primer. “Sektor pertanian tetap menjadi kontributor penting bagi PDRB dengan kontribusi yang cukup stabil di kisaran 26-27% selama satu dekade terakhir,” (BPS Provinsi Jambi, 2024), menunjukkan potensi besar Jambi dalam komoditas seperti kelapa sawit, karet, hasil hutan, serta pertambangan dan penggalian (batu bara dan minyak bumi), didukung oleh industri pengolahan yang terkait.
Meskipun sektor perdagangan besar dan eceran juga penting, skala dan diversifikasinya di Jambi mungkin belum sebesar Palembang; oleh karena itu, Jambi perlu memperkuat sektor jasa dan hilirisasi produk primernya untuk menahan arus modal keluar, karena kemudahan akses ke Palembang melalui jalan tol dapat mempercepat pergerakan barang dan jasa, namun juga memungkinkan penduduk Jambi mencari barang dan layanan yang lebih lengkap atau murah di Palembang.
Melihat potensi arus modal keluar dan perbandingan kekuatan ekonomi ini, beberapa rekomendasi kebijakan strategis yang berfokus pada kepentingan Provinsi Jambi perlu diterapkan agar jalan tol ini benar-benar membawa manfaat optimal.
Pertama, penguatan dan hilirisasi sektor primer Jambi adalah kunci; ini mencakup dorongan investasi dalam industri pengolahan lanjutan untuk komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan karet guna menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja lokal, serta fokus pada pengembangan produk turunan inovatif bernilai jual tinggi.
Kedua, peningkatan daya saing sektor jasa dan pariwisata sangat penting; Jambi perlu mengembangkan destinasi wisata tematik khas yang mudah diakses dari jalan tol, diikuti dengan promosi gencar untuk menarik wisatawan dari Palembang dan daerah lain agar berbelanja di Jambi, sekaligus meningkatkan kualitas layanan perhotelan, kuliner, dan hiburan agar masyarakat Jambi tidak perlu mencari layanan tersebut ke luar provinsi.
Ketiga, penciptaan lingkungan investasi yang lebih menarik di Jambi menjadi prioritas; ini dapat dicapai melalui penyederhanaan birokrasi dan perizinan investasi agar lebih efisien, penawaran insentif fiskal dan non-fiskal yang kompetitif bagi investor yang bersedia menanamkan modal di Jambi, serta persiapan kawasan industri dan sentra ekonomi khusus dengan infrastruktur pendukung memadai.
Keempat, pengembangan sumber daya manusia unggul lokal melalui investasi besar dalam pendidikan dan pelatihan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri Jambi akan menghasilkan tenaga kerja terampil siap pakai, sekaligus mengurangi fenomena “arus keluar talenta” ke kota lain; kolaborasi antara perguruan tinggi atau lembaga pelatihan dengan industri juga perlu didorong untuk memastikan kurikulum sesuai dengan pasar kerja.
Terakhir, optimalisasi peran infrastruktur pendukung jalan tol juga krusial; ini berarti memastikan rest area dan area sekitar gerbang tol di Jambi dimanfaatkan secara maksimal sebagai etalase produk unggulan lokal, serta mengembangkan konektivitas dari gerbang tol ke pusat-pusat produksi dan destinasi wisata Jambi dengan infrastruktur jalan lokal yang memadai, memfasilitasi distribusi dan aksesibilitas.
Tanpa strategi yang komprehensif dan implementasi yang serius, jalan tol Jambi-Palembang, alih-alih menjadi “urat nadi” perekonomian Jambi, justru berpotensi menjadi “jalan tol” bagi arus modal keluar; tantangannya adalah bagaimana mengubah potensi konektivitas ini menjadi peluang nyata bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Provinsi Jambi.
Penulis : Pengamat Ekonomi


Tinggalkan Balasan