“Akses penuh” AS ke Indonesia kemungkinan besar akan berwujud peningkatan investasi langsung asing (FDI) dari Amerika Serikat. Investasi ini bukan sekadar aliran modal. Menurut literatur ekonomi, FDI merupakan saluran penting untuk transfer teknologi, praktik manajemen modern, dan keahlian teknis yang krusial bagi modernisasi industri negara berkembang (Borensztein et al., 1998). Ini adalah katalisator kuat untuk penciptaan lapangan kerja berkualitas, peningkatan daya saing, dan pengembangan infrastruktur. Bayangkan dampak transformatif jika raksasa energi atau teknologi AS berinvestasi besar-besaran di sektor-sektor kunci Indonesia, mengintegrasikan rantai pasok global dan mendorong inovasi domestik.
Pernyataan pemerintah Indonesia tentang rencana pengumuman bersama yang mencakup “langkah non-tarif dan perjanjian komersial” adalah poin yang paling ditunggu dan bisa menjadi penentu keberhasilan kesepakatan ini. Seringkali, hambatan non-tarif—seperti birokrasi yang rumit, standar teknis yang tidak jelas, atau kuota impor—justru lebih menghambat perdagangan daripada tarif itu sendiri. Jika kesepakatan ini mencakup penghapusan hambatan non-tarif oleh AS, atau memberikan akses preferensial bagi produk dan perusahaan Indonesia dalam proyek-proyek tertentu di AS, maka manfaatnya bisa jauh melampaui dampak negatif tarif 19%. Perjanjian komersial yang komprehensif juga dapat menjamin pasokan bahan baku, kerja sama riset dan pengembangan, atau kemitraan strategis lainnya yang menguntungkan jangka panjang, menciptakan ikatan ekonomi yang lebih dalam dan saling menguntungkan (Krugman & Obstfeld, 2009).
Bagi masyarakat Indonesia, dampak langsung dari tarif 0% untuk barang AS yang masuk ke Indonesia adalah potensi penurunan harga produk-produk Amerika Serikat di pasar domestik. Ambil contoh alat-alat teknologi seperti iPhone atau perangkat elektronik lainnya. Sebelumnya, produk-produk ini mungkin dikenakan bea masuk oleh pemerintah Indonesia. Dengan tarif 0%, komponen biaya bea masuk ini akan hilang, yang berpotensi diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang lebih rendah, membuat produk AS menjadi lebih terjangkau dan meningkatkan daya beli.
Selain itu, potensi penurunan harga juga berlaku untuk alat utama sistem senjata (alutsista) yang mungkin diimpor dari AS. Dengan dihapusnya bea masuk, anggaran pertahanan negara dapat menjadi lebih efisien, memungkinkan akuisisi alutsista yang lebih modern atau dalam jumlah lebih banyak dengan anggaran yang sama, atau mengalihkan penghematan ke sektor lain yang membutuhkan. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memodernisasi alutsista dan membangun industri pertahanan yang kuat (Kemhan RI, 2024).
Pada akhirnya, kesepakatan ini, dengan tarif 19% yang disematkan, harus dilihat sebagai bagian dari strategi yang lebih besar. Dengan manajemen yang cermat, fokus pada sektor-sektor strategis, pemanfaatan investasi AS untuk peningkatan kapasitas dan transfer teknologi, serta antisipasi terhadap detail “langkah non-tarif dan perjanjian komersial,” Indonesia memiliki peluang emas untuk mengubah tantangan ini menjadi keuntungan yang transformatif. Ini adalah momen bagi Indonesia untuk menunjukkan ketahanan ekonomi, kecerdikan diplomasi, dan kemampuan adaptasinya di tengah gejolak perdagangan global, memastikan bahwa perjanjian ini berkontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Daftar Pustaka
Acemoglu, D., & Robinson, J. A. (2012). Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty. Crown Business.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta: BPS. (Asumsi data tahun 2020)
Bhagwati, J. (2002). Free Trade Today. Princeton University Press.
Borensztein, E., De Gregorio, J., & Lee, J. W. (1998). How Does Foreign Direct Investment Affect Economic Growth?. Journal of International Economics, 45(1), 115-135
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI). (2024). Pentingnya Sinergi Kebijakan Keamanan dan Ekonomi dalam Pembangunan Industri Pertahanan Indonesia.
Krugman, P. R., & Obstfeld, M. (2009). International Economics: Theory and Policy (8th ed.). Addison Wesley.
Media Indonesia. (2025, 16 Juli). Tarif Impor AS ke Indonesia 0 Persen, Indonesia Wajib Waspadai Neraca Dagang.
Penulis : Pengamat Ekonomi, Sosial, Politik
Tinggalkan Balasan