TANYAFAKTA.CO, KERINCI – Kunjungan Menteri Pertanian RI ke Kabupaten Kerinci hari ini menjadi sorotan tajam Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMN) setelah membongkar dugaan “pencitraan” yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kerinci. AMN menuding Pemkab Kerinci sengaja membangun narasi estetika pertanian secara simbolis, padahal di lapangan, ratusan hektar sawah milik petani di berbagai desa di kecamatan air hangat timur dan depati tujuh justru terancam gagal panen akibat krisis irigasi parah yang tak kunjung terselesaikan.
Menurut Koordinator Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan Aliansi Mahasiswa Nusantara, Qori Nabila, berdasarkan hasil dari mini riset SORAK NUSANTARA masalah ini bukanlah hal baru.
“Realitas ini bukan baru terjadi kemarin, tetapi sejak banjir besar melanda pada akhir tahun 2024 lalu,” jelas Qori, Pada Rabu, (23/7/2025).
Ia menambahkan, disamping krisis irigasi, dampak kemarau basah yang saat ini terjadi juga memperparah kondisi dengan terus menurunnya debit air sungai, membuat program pompanisasi yang dijalankan di lahan persawahan tidak efektif dan tidak merata dirasakan petani.
AMN menegaskan, kunjungan pemerintah pusat seharusnya menjadi ruang perjumpaan antara kebijakan dan kenyataan, bukan sekadar seremoni formal atau ajang pencitraan yang mengabaikan penderitaan petani sebagai pelaku utama sektor pertanian.
Berangkat dari kondisi tersebut, Koordinator Aliansi Mahasiswa Nusantara Kerinci – Sungai Penuh menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Pemerintah Kabupaten Kerinci:
1. Mendesak penghentian seluruh bentuk eksploitasi simbolik yang menutupi realitas krisis pertanian di Kabupaten Kerinci.
2. Menjadikan kunjungan kerja Menteri Pertanian RI sebagai momentum evaluasi nyata terhadap penderitaan para petani, bukan sekadar ajang seremonial dan pencitraan yang mengabaikan persoalan petani.
3. Mewujudkan Forum Rakor Swasembada Pangan yang partisipatif dan inklusif, melibatkan petani lokal, mahasiswa, dan organisasi sipil untuk menyusun langkah yang berbasis data lapangan dan permasalahan riil.
AMN menegaskan, keadilan dari sektor pertanian tidak akan lahir dari seremoni dan dokumen rakor semata, tetapi dari keberanian dalam mengambil kebijakan yang semata-mata untuk kesejahteraan rakyat.


Tinggalkan Balasan