Lebih lanjut, Dia menanyakan mengenai kegiatan ini apakah sejalan dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik atau tidak.
“Sebab dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, pengeluaran besar untuk kegiatan seremonial di luar kota bisa dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran, apalagi bila tidak menghasilkan output terukur,”ujarnya.
Secara normatif, kegiatan pengembangan SDM di luar kota tidak melanggar hukum jika telah dianggarkan dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) dan mendapat persetujuan Dewan Komisaris.
Namun demikian, jika kegiatan tidak melalui prosedur yang wajar, atau dilakukan di tengah situasi yang tidak relevan secara urgensi, maka dapat dipersoalkan dari sisi etika pengelolaan keuangan publik, khususnya karena Bank Jambi adalah BUMD yang melibatkan dana pemerintah daerah.
Hingga kini, Bank Jambi belum mempublikasikan laporan kegiatan tersebut secara terbuka, baik di situs resmi maupun melalui pernyataan kepada media. Publik menanti kejelasan:
Apa tujuan utama kegiatan?
Apa hasil dan dampaknya bagi kinerja bank?
Berapa dana yang dihabiskan?
Apakah ada evaluasi internal terhadap output kegiatan?
“Jika tidak ada transparansi, maka kegiatan semacam ini hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa “jalan-jalan berkedok pelatihan” masih marak dilakukan di kalangan BUMD,” pungkasnya. (*/Ibr)
Tinggalkan Balasan