TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Ketika pemerintah pusat gencar mendorong efisiensi belanja daerah dan BUMD, manuver berbeda justru dilakukan oleh manajemen Bank Jambi. Dalam sebuah kegiatan bertajuk capacity building, sekitar 80 orang pegawai dan pimpinan Bank Jambi diboyong ke kawasan wisata Dieng, Jawa Tengah baru-baru ini.
Acara yang diklaim sebagai bagian dari pembinaan sumber daya manusia itu menuai tanda tanya dari publik. Terutama karena salah satu agenda utama hanya berupa pengarahan oleh Dirut Bank Jabar Banten, yang sejatinya dapat dilakukan secara daring.
“Kegiatan pengarahan bisa dilakukan lewat Zoom atau Teams. Kalau harus ke luar provinsi dengan membawa rombongan besar, tentu publik berhak bertanya: urgensinya apa, dan apa hasil konkret dari kegiatan tersebut?” ujar seorang pengamat yang tidak mau disebutkan namanya pada Kamis, (7/8/2025) siang.
Dia mengatakan belum ada penjelasan resmi mengenai total dana yang digunakan. Namun, jika mengacu pada estimasi standar perjalanan dinas dan kegiatan capacity building di luar kota, dengan jumlah peserta 80 orang, menurutnya biaya yang dikeluarkan diduga mencapai ratusan juta rupiah.
Sedikit merincikan pengamat tersebut memberikan gambaran estimasi kasarnya.
Tiket pesawat Jambi–Semarang (PP): Rp4 juta x 80 = Rp320 juta
Transport darat Semarang–Dieng (PP): Rp300 ribu x 80 = Rp24 juta
Akomodasi 2 malam: Rp500 ribu x 80 x 2 = Rp80 juta
Konsumsi, logistik, narasumber, dan dokumentasi: ±Rp100–150 juta
“Total estimasi biaya: sekitar Rp400–600 juta, bahkan bisa lebih, tergantung pada fasilitas dan lokasi kegiatan,”ungkapnya.
Lebih lanjut, Dia menanyakan mengenai kegiatan ini apakah sejalan dengan prinsip tata kelola keuangan yang baik atau tidak.
“Sebab dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, pengeluaran besar untuk kegiatan seremonial di luar kota bisa dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran, apalagi bila tidak menghasilkan output terukur,”ujarnya.
Secara normatif, kegiatan pengembangan SDM di luar kota tidak melanggar hukum jika telah dianggarkan dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) dan mendapat persetujuan Dewan Komisaris.
Namun demikian, jika kegiatan tidak melalui prosedur yang wajar, atau dilakukan di tengah situasi yang tidak relevan secara urgensi, maka dapat dipersoalkan dari sisi etika pengelolaan keuangan publik, khususnya karena Bank Jambi adalah BUMD yang melibatkan dana pemerintah daerah.
Hingga kini, Bank Jambi belum mempublikasikan laporan kegiatan tersebut secara terbuka, baik di situs resmi maupun melalui pernyataan kepada media. Publik menanti kejelasan:
Apa tujuan utama kegiatan?
Apa hasil dan dampaknya bagi kinerja bank?
Berapa dana yang dihabiskan?
Apakah ada evaluasi internal terhadap output kegiatan?
“Jika tidak ada transparansi, maka kegiatan semacam ini hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa “jalan-jalan berkedok pelatihan” masih marak dilakukan di kalangan BUMD,” pungkasnya. (*/Ibr)
Tinggalkan Balasan