Sementara itu, aktivis Sobat Eksplorasi Anak Dalam (SEAD), Reny Ayu Wulandari, menyebut pendidikan untuk SAD membutuhkan kurikulum fleksibel yang menyesuaikan kondisi sosial-budaya, terutama bagi kelompok yang masih hidup nomaden.
“Relawan sering membawa tenda sendiri agar pembelajaran tetap berjalan, baik di hutan maupun saat mereka berpindah,” jelasnya. Menurut Reny, pendidikan inklusif harus diarahkan pada kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, serta pembentukan karakter agar anak-anak SAD tidak mudah dimanfaatkan pihak luar.
Pemerintah Provinsi Jambi berharap, sinergi antara Bunda PAUD, pemerintah daerah, dan komunitas SEAD dapat memperkuat pendidikan inklusif bagi SAD sehingga menjadi jalan terang untuk masa depan mereka. (*)


Tinggalkan Balasan