TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum penyidik Polda Jambi kembali menjadi sorotan. Kali ini, Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Jambi angkat suara dan menilai kasus ini mencerminkan kegagalan Kapolda Jambi, Irjen Pol Krisno Halomoan Siregar, dalam menjalankan pengawasan terhadap anggotanya.
Ketua DPD GPM Jambi, Revaldo Purba, menyebutkan bahwa jargon “Salam Presisi” yang digaungkan Polri hanya sebatas slogan tanpa makna. Menurutnya, Polda Jambi justru menunjukkan praktik yang bertolak belakang dengan prinsip profesional, akuntabel, dan transparan.
“Dalam kurun waktu September saja, sudah ada dua kasus besar di Polda Jambi yang menyita perhatian publik: pertama penolakan terhadap wartawan saat menjalankan tugas, dan kedua dugaan pungli yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum. Ini bukti lemahnya hukum dan pengawasan di tubuh Polda Jambi,” tegas Revaldo, Jumat (19/9/2025).
Menurut GPM dugaan pungli yang dilakukan oknum penyidik berinisial AF. Ia disebut meminta sejumlah uang kepada seorang mahasiswi UIN STS Jambi setelah pelaporan kasus kehilangan laptop dan ponsel. Meski kemudian kasus itu diselesaikan secara damai antara korban dan AF, GPM menilai penyelesaian tersebut tidak menghapus kewajiban institusi untuk menindak anggotanya.
“Meskipun damai dengan korban, itu tidak berarti masalah selesai. Polri adalah institusi negara yang punya aturan dan kode etik. Jika tidak ada sanksi, artinya Polda Jambi menghalalkan praktik pungli,” ujar Revaldo.
DPD GPM Jambi pun secara tegas mendesak Kapolda Jambi untuk memerintah Bidpropam untuk segera mengambil langkah hukum dan etik.
“Kapolda harus memecat AF dan menindak tegas setiap anggota yang terbukti melakukan pungli. Walaupun kedua belah pihak telah damai diatas hitam putih, Institusi punya aturan sendiri dan itu harus ditegakkan. Hanya dengan cara itu kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri dapat dipulihkan,” tutupnya. (*)


Tinggalkan Balasan