TANYAFAKTA.CO, JAKARTA –  Aksi demonstrasi meletup di depan Gedung Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kamis siang. DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) secara lantang menyuarakan tuntutan mereka: copot Nusron Wahid dari jabatannya sebagai Menteri ATR/BPN.

Koordinator lapangan aksi, Tulus B. Lumbantoruan, memimpin orasi dengan penuh semangat dan menuding Nusron gagal total dalam menjalankan tugas sebagai menteri. Ia menyebut, selama menjabat, Nusron Wahid tidak menunjukkan kinerja yang layak dan justru membiarkan konflik agraria semakin membusuk tanpa penyelesaian yang nyata.

“Kinerja Nusron Wahid itu nol besar! Banyak konflik agraria yang terbengkalai. Dia ini lebih cocok jadi pelawak atau YouTuber bukan menteri,” seru Tulus dari atas mobil komando, disambut sorak sorai ratusan massa aksi.

Baca juga:  GMNI Sumbar dan Kapolda Sumbar Bertemu Serah Terima Kajian Tambang Ilegal Serta Bahas RAPIMNAS

Lebih dari sekadar kritik terhadap kinerja, Tulus juga menyoroti sikap Nusron yang dianggap antikritik dan tidak berani berdialog langsung dengan massa. Ketidakhadiran Nusron Wahid di kantor Kementerian ATR/BPN pada saat aksi berlangsung dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi publik.

“Menemui massa aksi saja nggak berani, malah gak ada di tempat. Hal sepele kayak gini saja dia nggak bisa hadapi, bagaimana bisa menyelesaikan persoalan agraria yang jauh lebih kompleks?” tegas Tulus.

Saat diwawancarai usai orasi, Tulus menegaskan kembali bahwa DPP GMNI tidak akan mundur. Ia menyebut pencopotan Nusron Wahid sebagai tuntutan harga mati. Bila tuntutan mereka tidak direspons, DPP GMNI siap menggelar aksi lanjutan dengan skala yang jauh lebih besar.

Baca juga:  GMNI Jambi Bersama Kelompok Tani akan Lanjutkan Perjuangan Konflik Lahan di PT.TML 

“Jika Presiden Prabowo tetap diam, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar! Saya akan terus memimpin gerakan ini sampai Nusron Wahid dievaluasi dan dicopot dari kursinya,” tegasnya.

Aksi ini mencerminkan kegelisahan publik yang semakin meluas atas lambannya penyelesaian konflik agraria dan buruknya tata kelola pertanahan di bawah kepemimpinan Nusron Wahid. Presiden Prabowo kini dihadapkan pada pilihan sulit: merespons desakan rakyat atau mempertahankan menteri yang dianggap gagal oleh sebagian elemen masyarakat. (*)