TANYAFAKTA.CO, JAMBI – Isu pembangunan sumber daya manusia (SDM) berbasis vokasi berada pada agenda pembangunan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi daerah. Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai institusi pelatihan keterampilan teknis memainkan peran ganda: menyuplai tenaga kerja terampil untuk kebutuhan industri lokal dan nasional, serta menjadi wahana pemberdayaan masyarakat yang rentan.

A. Pendahuluan

Di Provinsi Jambi, BLK berfungsi tidak hanya sebagai pusat kursus, melainkan juga sebagai instrumen kebijakan daerah — berinteraksi dengan program-program unggulan lokal seperti Dumisake (Dua Miliar Satu Kecamatan) — serta memasuki fase baru, ketika kewenangannya sejak 2023 dialihkan ke pemerintah pusat (UPTP).

B. Sejarah BLK Jambi dan pengabdian hingga zaman now

Sejarah BLK Jambi berakar pada era pembangunan industri awal Indonesia modern. Berdasarkan arsip lokal, BLK Jambi bermula sebagai Balai Latihan Kerja dan Produktivitas Industri (BLKI) yang diresmikan pada 14 Februari 1983, kemudian bertransformasi menjadi UPTD BLKP di bawah Dinas Tenaga Kerja Provinsi seiring otonomi daerah (Perda Prov. Jambi No. 15/2002; Perda No. 14/2008 dan No. 30/2008 tentang tata organisasi) (Repository Universitas Jambi, 2019, hlm. 112).

Pada fase UPTD, BLK Jambi mengembangkan program pelatihan dasar diberbagai kompetensi: teknik listrik, pengelasan, otomotif, TIK, garmen, dan pengolahan hasil pertanian, dengan kapasitas terbatas sesuai alokasi APBD. Seiring waktu, kelembagaan menghadapi tantangan keterbatasan instruktur berkualitas, dan ketergantungan pada anggaran daerah sehingga mismatch keterampilan dengan kebutuhan industri lokal muncul sebagai masalah struktural (Suyitno, 2020, hlm. 45).

Momentum perubahan signifikan terjadi ketika Kemnaker memperkenalkan agenda transformasi BLK nasional yang mendorong penguatan UPTP (Permenaker No. 1/2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT), dan BLK Jambi resmi dialihkan kewenangannya ke pusat pada Januari 2023 (DPRD Provinsi Jambi, 2023). Pengalihan ini bukan sekedar perubahan administratif; ia mencerminkan rekayasa ulang fungsi BLK agar memenuhi standar nasional (Permenaker No.8/2017 tentang Standar BLK) dan mendapat akses pembiayaan APBN untuk peremajaan fasilitas dan peningkatan kapasitas instruktur (Kemnaker, Juknis BLK-Komunitas, 2022).

Baca juga:  Mengawal Investasi Demi Masa Depan Berkelanjutan : Perpektif Sahabat Alam Jambi Atas Polemik TUKS PT SAS

Perubahan status ke UPTP diharapkan memperbesar kapasitas pelatihan (target hingga 6.000–7.000 peserta/tahun menurut DPRD Jambi) dan memperkuat integrasi program pelatihan dengan kebutuhan nasional (DPRD Jambi, 2023; Kemnaker, 2022).

C. Teori BLK sukses di LN dan kurikulum vokasi

Tinjauan teori VET (vocational education and training) internasional mengidentifikasi sejumlah determinan keberhasilan lembaga vokasi.

Pertama, industry linkage yang kuat—hubungan formal dengan dunia usaha—menjamin relevansi kurikulum dan penyerapan lulusan (Clarke & Winch, 2020, hlm. 87). Kedua, standardisasi kompetensi dan sistem sertifikasi (unit kompetensi, BNSP/level IQF) memberi jaminan mutu yang diakui pasar kerja (Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, 2024, hlm. 51).

Ketiga, kualitas instruktur, yang memiliki pengalaman industri dan sertifikasiyang merupakan faktor kunci dalam efektivitas pembelajaran praktik (Pambudi, 2020, hlm. 33).

Keempat, fasilitas praktik yang modern serta model work-based learning (dual system, teaching factory) memfasilitasi learning by doing dan pembentukan soft skills yang esensial (Clarke & Winch, 2020, hlm. 112). Kelima, skema pembiayaan yang berkelanjutan (co-funding APBN–APBD–swasta) memungkinkan kontinuitas program dan inklusivitas peserta (Emerson & Nabatchi, 2015, hlm. 56).

Kurikulum vokasi mutakhir menekankan outcome-based education, modularisasi unit kompetensi, dan sinergi dengan industri melalui kurikulum adaptif yang direvisi berkala (Panduan Kurikulum PTV, Kemendikbud 2024, hlm. 34).

Negara yang berhasil (Jerman, Swiss) menerapkan model dual dan kontrak pelatihan yang jelas antara lembaga pendidikan dan perusahaan (Clarke & Winch, 2020, hlm. 95). Pengalaman negara-negara ini mengilhami praktik BLK modern untuk memperkuat magang, sertifikasi industri, dan tracer study lulusan sebagai indikator kinerja.

D. Transformasi BLK UPTD vs UPTP: Produktifkah?

Perbandingan pola pengelolaan UPTD (daerah) dan UPTP (pusat) menyingkap trade-off antara kedekatan lokal dan kapasitas sumber daya. UPTD memiliki keunggulan responsivitas kontekstual: program dapat disesuaikan langsung dengan kebutuhan industri micro-regional atau potensi lokal (misalnya pengolahan hasil perkebunan di beberapa kabupaten Jambi, pelatihan Vokasi pesantren, ibu-ibu PKK, kelompok remaja, pemuda, dll). Namun UPTD seringkali terbatas anggaran dan kemampuan teknologi sehingga skalabilitas dan kualitas instruktur sulit dipertahankan (Suyitno, 2020, hlm. 72).

Baca juga:  Makan Bergizi Gratis, Pondasi Kemajuan Suatu Bangsa 

Sebaliknya, UPTP menawarkan pengelolaan profesional dengan akses APBN, kapasitas peremajaan peralatan, program sertifikasi nasional, serta jaringan magang dan penempatan lebih luas, faktor yang meningkatkan produktivitas pelatihan jika daerah tetap aktif dalam penyusuna kebutuhan keterampilan (Permenaker No.1/2022; Permenaker No.8/2017). Secara empirik, pengalihan BLK Jambi ke UPTP membuka potensi peningkatan kapasitas (dari ~900 ke target 6.000–7.000 peserta/tahun) dan perbaikan mutu pelatihan, tetapi efektivitasnya dan produktivitasnya bergantung pada mekanisme PKS yang memastikan penyesuaian konten pelatihan sesuai permintaan lokal serta pendanaan APBD untuk aspek aksesibilitas peserta (Juknis BLK-Komunitas, 2022).

Produktivitas UPTP terukur bila indikator outcome meningkat: jumlah peserta tersertifikasi, rasio penyerapan kerja 6–12 bulan setelah pelatihan, serta kenaikan pendapatan alumni (Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, 2024, hlm. 78). Oleh karena itu, transformasi administratif harus diiringi penguatan monitoring-evaluation (M&E), tracer study, dan inovasi kurikulum untuk menghindari dilema “pencitraan” administratif tanpa peningkatan produktivitas output dan outcome.

E. Alokasi SDM: berbasis Vokasi SDM LN dan lokal

Alokasi sumber daya manusia yang relevan bagi BLK meliputi instruktur, manajer program, andras (asisten praktikum), serta peserta yang direkrut dari kelompok rawan pengangguran. APBN (Kemnaker) umumnya membiayai aspek institusional UPTP: pengadaan alat, gaji instruktur pusat, program sertifikasi, dan pengembangan kurikulum nasional.

APBD berperan pada aksesibilitas: beasiswa lokal, biaya peserta, penyelenggaraan pelatihan komunitas (Dumisake), dan dukungan logistik (Permenaker No.7/2012; Panduan Juknis BLK-Komunitas, 2022). Jalur luar negeri (magang/penempatan terampil) memerlukan standar internasional.

Dalam hal ini, BLK perlu menyiapkan bridging course (bahasa, sertifikasi internasional, safety K3) agar lulusan memenuhi persyaratan negara tujuan (Pambudi, 2020, hlm. 45). Di Jambi, bukti publik tentang program magang terstruktur ke luar negeri masih terbatas; sejumlah inisiatif magang ke Jepang dan pemasaran SDM terampil tercatat sporadis di pengumuman dinas namun memerlukan verifikasi administrasi (Dinas Nakerprov Jambi, pengumuman 2023–2024).

F. Prestasi BLK dalam sejarah dan prestasi program unggulan Dumisake dan besaran anggaran per paket

Baca juga:  Verifikasi Media Bukan Monopoli, Tapi Perlindungan Publik

Prestasi BLK Jambi dapat diuraikan dari aspek kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, BLK telah menyelenggarakan lebih dari sebelas program kejuruan lintas kompetensi, menjangkau pesantren dan komunitas desa melalui BLK-Komunitas, serta menaikkan capaian partisipasi pelatihan selama program Dumisake: realisasi pelatihan life skill tercatat 90,01% di 2022 (976 dari target 1.082) dan peningkatan ke 1.360 peserta di 85 lokasi pada periode berikutnya (JambiProv, 2024; media lokal, 2023). Dumisake sendiri menyalurkan anggaran beasiswa S1 & S3, sekitar Rp 6,8 miliar (2022), Rp 7,42 miliar (2023), dan Rp 7,8 miliar (2024) untuk total cakupan program pendidikan dan pemberdayaan (Pemprov Jambi, 2024).

Secara kualitatif, BLK Jambi menunjukkan capaian penting: integrasi program pelatihan di 60 pondok pesantren selama 25 hari (200 jam) per paket, kerja sama pelatihan dengan LPKA Muara Bulian untuk rehabilitasi keterampilan, dan pengembangan BLK-Komunitas untuk menjangkau kelompok marjinal (Ditjen PAS; Kemnaker Juknis 2022).

Besaran anggaran per paket bervariasi menurut jenis paket: paket pembangunan gedung workshop (nilai ratusan juta bahkan miliar tergantung skala), paket peralatan praktik (ratusan juta), paket pelatihan instruktur dan sertifikasi (puluhan bahkan ratusan juta), serta paket operasional pelatihan (konsumsi, bahan praktik, sertifikasi peserta; nilai per gelombang sesuai jumlah peserta). Juknis BLK-Komunitas (Kemnaker, 2022) merinci kriteria dan rentang nilai, sehingga alokasi dapat ditelusuri dalam laporan kinerja Kemnaker (Kemnaker, Laporan Kinerja 2022, hlm. 134).

G. Rekomendasi

Analisis historis dan teori internasional menghasilkan rekomendasi yang pragmatis dan terukur. Pertama, perjanjian kerja sama formal (MoU/PKS) antara Pemprov Jambi dan UPTP BLK harus mengatur pembagian tanggung jawab pembiayaan (APBN untuk fasilitas/instruktur; APBD untuk akses peserta/biaya logistik/bridging) dan indikator kinerja bersama (sertifikasi, penyerapan kerja, tracer study) (Permenaker No.1/2022; Juknis BLK-Komunitas, 2022).

Kedua, integrasi Dumisake dengan jalur pelatihan BLK perlu diperdalam: sebagian anggaran Dumisake dialokasikan untuk bridging course (bahasa, sertifikasi industri, soft skills) sehingga penerima beasiswa siap terjun ke pasar kerja atau wirausaha.