TANYAFAKTA.CO, INDRAGIRI HULU – KB (8), seorang siswa kelas dua SDN 12 di Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, menghembuskan napas terakhirnya setelah diduga menjadi korban penganiayaan oleh lima kakak kelasnya. Kepergian bocah malang ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga, terutama sang ayah, Gimson Beni Butarbutar (38), dan ibu, Siska Yusniati Sibarani (30). KB adalah anak sulung dari dua bersaudara.
Dilansir dari Kompas.com, Gimson, ayah korban, menyampaikan bahwa putranya sering mengalami perundungan di sekolah. Ia menduga tindakan itu terjadi karena perbedaan suku dan agama.
“Seminggu yang lalu, dia itu sudah sering dibully. Dibilang suku ini, agama ini. Itu sebelum dia sakit. Itu biasalah karena mereka namanya anak-anak sekolah,” kata Gimson dengan suara lirih saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (27/5/2025).
Senin (19/5/2025) menjadi awal perubahan besar dalam hidup keluarga kecil ini. KB pulang lebih awal dari sekolah, mengayuh sepeda kecilnya sejauh 800 meter ke rumah. Saat ditanya, ia mengaku bahwa ban sepedanya dikempeskan oleh kakak kelas.
Namun, keesokan harinya, kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini KB berbohong bahwa ada acara sekolah.
“Dia bohong sama saya. Aku tanyalah orang rumah kenapa dia? Orang rumah bilang dia (KB) kurang sehat, sudah dipermisikan tadi kata istri ku,” ungkap Gimson, mencoba menahan emosi.
Malam itu, tubuh kecil KB mulai melemah. Ia mengalami demam tinggi, sakit di bagian pinggang, dan bolak-balik ke kamar mandi. Orang tuanya pun mendapati perut bagian bawah KB mulai membengkak.
Diliputi rasa cemas, Gimson mencari kebenaran. Pada Rabu malam (21/5/2025), ia mendatangi rumah teman sekolah anaknya, Rio.
“Jadi Rio ngomong lah sama saya, ‘Om, itu kemarin (KB) dipukul sama lima orang kakak kelasnya’,” tutur Gimson, mengenang kalimat yang membuat jantungnya serasa diremas.
Istri Gimson segera menghubungi wali kelas KB, yang berjanji akan mengumpulkan para orang tua murid terduga pelaku pada Kamis (22/5/2025). Namun, harapan itu pupus. Gimson menyebut tak ada pertemuan seperti yang dijanjikan.
Tak tinggal diam, Gimson mendatangi sekolah keesokan harinya dan bertemu dengan Kepala Sekolah. Salah satu siswa yang diduga terlibat, DR, kemudian dipanggil.
“Saya mintalah dipertemukan dengan DR. Rupanya anak ini yang paling fatal memukul anak saya. Memukul bagian perut anak saya. Jadi anak ku ini mengaku ditendang perutnya oleh pelaku dengan lututnya. Tapi pelaku hanya mengaku menumbuk anak ku dari belakang. DR bilang pelaku lain yang mukul perut korban berinisial HM,” kisah Gimson, dengan nada getir.
Gimson juga menemui orang tua HM untuk menyampaikan apa yang terjadi. Namun, respons yang diterimanya justru penolakan karena dianggap belum jelas siapa pelaku sebenarnya.
Sementara itu, kondisi KB terus menurun. Sakit perutnya kian menjadi, disertai demam yang tak kunjung reda.
“Pada hari Minggu (25/5/2025), saya tak tenang lagi, saya bawa ke rumah sakit. Tapi dokter spesialis tidak masuk karena libur. Yang ada cuma dokter umum. Kemudian anak saya muntah mengeluarkan lendir bercampur darah,” ucap Gimson, menahan tangis.
KB kemudian dirujuk ke RSUD Pematang Reba. Di sana, ia mendapat perawatan intensif, namun kondisi tubuhnya yang mungil tidak mampu bertahan lebih lama.
“Anak saya ditangani dan diberi suntik dan dikasih oksigen. Di ulu hatinya itu sudah bengkak. Sesak napas dia. Dalam perjalanan ke rumah sakit itu dia sudah kejang-kejang. Ngeri kondisinya,” ujar Gimson, menggambarkan detik-detik terakhir putranya.
Sekitar pukul 02.10 WIB, KB dinyatakan meninggal dunia. Tangis keluarga pecah. Duka mendalam menyelimuti rumah yang biasanya penuh canda tawa seorang anak kecil.
Gimson dan keluarga menolak untuk tinggal diam. Mereka melaporkan kejadian ini ke Polsek Seberida, berharap keadilan ditegakkan untuk anak mereka yang pergi terlalu cepat.
Di samping peti jenazah, ayah korban, Gimson, menangis histeris meminta keadilan atas kematian anaknya. Ia berharap agar polisi benar-benar bertindak tegas kepada para pelaku.
“Saya berharap pihak Kepolisian bisa tegas terhadap para pelaku, saya meminta keadilan ditegakan untuk anak saya,” ucap Gimson, dikutip dari Tribun Pekanbaru, Jumat (30/5/2025).
“Ini tidak adil, ini tidak adil,” teriaknya sambil mengetuk-ngetuk peti jenazah sang anak.
Tangis pilu sang ayah membuat pelayat yang hadir ikut merasakan kesedihan. Beberapa orang terlihat menitikkan air mata.
Tak sampai di situ, usai pemakaman, Gimson seolah tak mau meninggalkan anaknya sendirian di makam. Sambil terus memegang gundukan tanah, Gimson tak kunjung beranjak dari pusara sang putra.
Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan otopsi guna memastikan penyebab kematian korban. Kapolres Inhu, AKBP Fahrian Saleh Siregar, menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung.
“Kami masih menunggu hasil otopsi, biar tahu pasti apa penyebab korban meninggal dunia,” ujar Fahrian.
Polisi menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh KB. Lima siswa yang diduga sebagai pelaku telah diidentifikasi, yaitu HM (12), RK (13), MJ (11), DR (11), dan NN (13). (Aas)


Tinggalkan Balasan