“Janji mitigasi seringkali hanya tinggal janji. Kerusakan lingkungan di lapangan jauh lebih cepat dan sulit dikendalikan dibanding yang tertulis di atas kertas,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung fenomena “londo ireng”, istilah bagi individu atau kelompok yang kerap membela kepentingan korporasi dengan dalih ilmiah.
“Mereka berusaha meyakinkan masyarakat bahwa risikonya kecil atau bisa diatasi. Padahal, mereka hanyalah corong kepentingan bisnis. Fenomena ini sangat berbahaya karena memanipulasi opini publik,” jelasnya.
Dr. Dedek menegaskan, jika PT SAS tetap melanjutkan proyek TUKS, perusahaan akan berhadapan bukan hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan seluruh elemen masyarakat.
“Prinsip kehati-hatian harus diutamakan. Nilai air bersih jauh lebih tinggi dari nilai investasi apa pun. Jika PT SAS tidak mau mundur, maka ‘londo ireng’ yang membela mereka akan berhadapan langsung dengan rakyat. Kami tidak akan membiarkan sumber air kami tercemar,” pungkasnya dengan tegas. (*)


Tinggalkan Balasan